BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Di Era Globalisasi perkembangan
perekonomian berkembang dengan sangat pesat. Berkembangnya perekonomian di
Indonesia tidak lepas dari semua kegiatan perusahaan baik di bidang perusahaan
dagang, perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Setiap kegiatan usaha
memiliki tujuan yang berbeda-beda dengan cara pencapaian tujuan yang
berbeda-beda. Berkembangnya perekonomian di Indonesia dapat mempengaruhi
peluang usaha setiap perusahaan yang semakin meningkat, sehingga membuat
perusahaan lebih bersaing guna mempertahankan kelangsungan hidup usahanya,
bahkan untuk memperluas kegiatan usaha perusahaan tersebut (Earl et. al. :
2009:XI)
Dengan meningkatnya setiap kegiatan
usaha dan munculnya berbagai perusahaan, baik perusahaan industry, perusahaan
dagang maupun perusahaan jasa, akan menimbulkan banyak persaingan di dunia
usaha.
Dengan demikian, manajemen
perusahaan di haruskan mengambil keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dapat
mempertahankan segala kegiatan usahanya. Persaingan yang semakin ketat membuat
manajemen perusahaan harus mengatur kebijakan atas asset yang dimiliki oleh
perusahaan terutama asset lancar yang merupakan elemen penting yang dapat
menunjang aktifitas operasional perusahaan.
Dengan daya saing di sektor usaha yang
semakin meningkat, harus semakin baik pula perusahaan dalam memanajemen segala
kegiatan yang dapat membuat perusahaan tidak mengalami penurunan penjualan
maupun penurunan jumlah konsumen. Sama halnya dengan perusahaan dagang, perusahaan jasa juga
banyak bersaing untuk mendapatkan konsumen dan mendapatkan laba
sebanyak-banyaknya. Berbagai cara banyak yang di lakukan oleh perusahaan guna
meningkatkan penjualan dan meningkatkan jumlah konsumen.
Namun tidak lepas dari itu semua perusahaan
yang bergerak dibagian manufaktur ataupun perdagangan akan menghadapi beberapa
pemasok-pemasok tetap untuk melancarkan usahanya demi mencapai tujuannya.
Dilihat dari sector efesiensi kerjasama antara perusahan dan pemasaok untuk
menyuplai barang/produk persedian menjadi barang untuk dijual perusahan ke
konsumen haruslah konsisten dan selalu siap sebagaimana janji-janji pemasok
yang telah di tandatagani melalui kontrak kerja antara perusahan dan pemasok
itu sendiri.
Dalam menghadapi hal ini sebelum
pemasok mulai menyuplai produknya tentulah saja harus melalui dan mengikuti
prosedur perusahaan agar berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing,
dimana produk yang di jual pemasok pada perusahaan haruslah melalui pencatatan
terlebih dahulu untuk menghindari lost margin/kerugian kehilangan.
Pencatatan ini dilakukan agar
keuntungan maupun kerugian perusahan dapat diketahui. Selain itu menjadi bahan
perimbangan bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk perusahan dan menjadi
tugas managamen accosting ( keuangan ).
B. Rumusan
masalah
Dari latar belakang yang telah di bahas sebelumnya maka
penulis mengabil rumusalan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanaka
system tranksaksi pencatatan barang dagang?
2.
Apa
saja prosedur-prosedur pencatatan barang dagang?
3.
Sistem
apa yang paling identik yang dilakukan perusahan dagang pada umumnya?
4.
Apa
perbedaan FIFO dan LIFO dalam perusahan perdagangan?
C.
Tujuan Penulis
1. Bagi Peneliti
a. sebagai wawasan pengetahuan mengenai pencatatan
barang activation serta mengaitkan
teori-teori yang di dapat selama perkuliahan terhadap kondisi yang nyata di
Lapangan.
2. Bagi Pembaca
a. Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan
mengenai pencatatan barang dagang
b. Sebagai panduan bagi pembaca apabila akan melakukan
penulisan tugas akhir yang berhubungan dengan masalah pencatatan dan Sebagai
wawasan dalam menambah ilmu tentang akuntansi pencatatan barang dagang di suatu
perusahaan.
3.
bagi pihak-pihak lain
a.
sebagai bahan masukan, informasi, acuang, dan pustaka bagi pihak-pihak penemu
teori tentang pencatatan yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perusahaan Dagang
Perusahaan adalah setiap bentuk
usaha yang menjalankan usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, didirikan,
bekerja, dan berkedudukan di tempat tertentu dengan tujuan memperoleh laba atau
keuntungan.
Tujuan setiap perusahaan, yaitu
untuk memaksimalkan keuntungan yang dihasil kan. Keuntungan atau laba (profit)
adalah selisih antara jumlah yang diterima perusahaan atas penjualan barang
atau jasa kepada pelanggan dari jumlah yang harus dike lu ar kan untuk meng
hasilkan dan menjual barang atau jasa tersebut. Perusahaan dagang adalah
perusahaan yang membeli barang dagangan dari pemasok dan menjualnya kembali
kepada pe langgan tanpa diproses terlebih dahulu atau tanpa diubah bentuknya.
Bentuk perusahaan dagang, antara lain supermarket, penyalur atau distributor,
retailer, dan pengecer.
Berdasarkan definisi perusahaan
dagang, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri perusahaan dagang, yaitu sebagai
berikut.
a. Perusahaan
dagang membeli barang dagangan untuk dijual kembali kepada pelanggan.
b.. Barang
dagangan yang dibeli tidak diproses terlebih dahulu sebelum dijual kepada pelanggan
c. Dalam menghasilkan pendapatan, dilakukan
transaksi pembelian dan penjualan barang dagangan.
d. Penjualan merupakan pendapatan untuk
perusahaan dagang.
e. Biaya untuk
memperoleh barang dagangan dilaporkan sebagai harga pokok penjualan.
f. Barang dagangan yang belum terjual disebut
persediaan barang dagangan yang dilaporkan sebagai aktiva lancar dalam neraca.
Di dalam suatu dunia industri
perdagangan dan distribusi, barang dijadikan sebagai unsur utama yang
diniagakan mulai pembelian hingga penjualan. Persediaan Barang dangan ini
dibagi dalam berbagai aspek sebagai berikut:
1.
Barang dalam industri perdagangan
Barang
yang digunakan dalam bidang usaha ini dibeli dari pemasok, disimpan, dan
kemudian dijual kepada pelanggan tanpa adanya perubahan komposisi atas
barang yang dimaksud.
2. Barang dalam industri manufaktur
Barang
yang digunakan dalam bidang usaha ini pada dasarnya memerlukan proses
pengolahan lebih lanjut sebelum dijual kepada pelanggan. Adapun jenis
barang yang dimaksud dibagi menjadi 3 bagian antara lain:
a. Bahan Mentah, yaitu bahan yang
dibeli dari pemasok untuk diolah lebih lanjut.
b. Bahan Penolong/ Setengah Jadi, yaitu bahan yang telah diolah namun masih perlu proses penyelesaian.
c. Barang Jadi, yaitu barang yang telah telah selesai diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Pencatatan Persediaan
b. Bahan Penolong/ Setengah Jadi, yaitu bahan yang telah diolah namun masih perlu proses penyelesaian.
c. Barang Jadi, yaitu barang yang telah telah selesai diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Pencatatan Persediaan
Secara garis besar, transaksi
perusahaan dagang yang sering terjadi dibagi menjadi empat, yaitu pembelian,
pengeluaran kas, penjualan, dan penerimaan kas.
a.
Pembelian
Transaksi pembelian hanya meliputi
pembelian barang dagang an, yaitu barang yang akan dijual kembali kepada
pelanggan. Transaksi pembelian ini dipengaruhi oleh hal-hal berikut.
2. Pengeluaran Kas
3. Beban Angkut Pembelian
4. Potongan Tunai Pembelian
b. Retur Pembelian dan Pengurangan
Harga
c.
Penjualan
Transaksi
penjualan hanya meliputi penjualan barang dagangan. Transaksi penjualan ini dipengaruhi
oleh hal-hal berikut.
1)
Potongan Tunai Penjualan
2)
Retur Penjualan dan Pengurangan Harga
c. Penerimaan Kas
Tabel 1.2 sebagai berikut
Tabel 1.3 Sebagai berikut
C. Metode Pencatatan Persediaan
Dalam sebuah perusahaan, persediaan akan mempengaruhi neraca maupun laporan laba rugi. Dalam neraca perusahaan dagang, persediaan pada umumnya merupakan nilai yang paling signifikan dalam aset lancar. Dalam laporan laba rugi, persediaan bersifat penting dalam menentukan hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu. Metode pencatatan persediaan pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu metode periodik (sistem fisik) dan metode perpetual. Antara lain sebagai berikut:
A.
Metode
fisik
Selama ini, metode pencatatan barang dagang dalam perusahaan
yang dipelajari untuk persediaan barang dagang dapat di ikhtisarkan sebagai
berikut
Disediakan satu akun yang disebut Persediaan Barang Dagang dalam buku besar perusahaan. Akun ini digunakan untuk mencatat persediaan barang dagang yang ada di awal dan akhir periode. Persediaan barang dagang yang ada di awal dan akhir periode itu sendiri ditentukan dengan jalan melakukan perhitungan fisik terhadapnya, perhitungan ini nantinya diambil sebgai informasi dalam. Pencatatan untuk persediaan awal dan akhir dilakukan dengan membuat jurnal penyesuaian. Akun lawan untuk jurnal penyesuaian persediaan adalah Ikhtisar Laba Rugi.
Disediakan satu set akun yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi pembelian barang dagang serta transaksi-transaksi lain yang berhubungan dengannya.
Disediakan satu akun yang disebut Persediaan Barang Dagang dalam buku besar perusahaan. Akun ini digunakan untuk mencatat persediaan barang dagang yang ada di awal dan akhir periode. Persediaan barang dagang yang ada di awal dan akhir periode itu sendiri ditentukan dengan jalan melakukan perhitungan fisik terhadapnya, perhitungan ini nantinya diambil sebgai informasi dalam. Pencatatan untuk persediaan awal dan akhir dilakukan dengan membuat jurnal penyesuaian. Akun lawan untuk jurnal penyesuaian persediaan adalah Ikhtisar Laba Rugi.
Disediakan satu set akun yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi pembelian barang dagang serta transaksi-transaksi lain yang berhubungan dengannya.
Misalnya, transpor pembelian,
potongan pembelian serta pembelian retur dan pengurangan harga, dan terakhir
adalah penjualan. Saldo dari satu set
akun ini bila digabungkan akan mernghasilkan pembelian bersih dari suatu
pembelian barang.
Harga pokok penjualan selama periode tertentu dihitung dengan menggunakan secara berikut :
Harga pokok penjualan selama periode tertentu dihitung dengan menggunakan secara berikut :
(Persediaan
barang dagang pada awal periode + Pembelian bersih selama periode
= Persediaan tersedia dijual - Persediaan
pada akhir periode = Harga pokok penjualan)
Sistem pencatatam ini disebut sistem periodik (periodic method). Metode pencatatan lain untuk persediaan adalah yang disebut metode perpetual atau metode saldo permanen (perpetual method) yang diterangkan sebagai berikut.
Sistem pencatatam ini disebut sistem periodik (periodic method). Metode pencatatan lain untuk persediaan adalah yang disebut metode perpetual atau metode saldo permanen (perpetual method) yang diterangkan sebagai berikut.
b.
Metode saldo permanen (perpetual methode)
Dalam sistem saldo permanen tidak disediakan akun pembelian dan akun-akun lain yang berhubungan dengannya. Pembelian barang dagang langsung dicatat ke akun persediaan. Harga pokok penjualan tidak dihitung secara periodik, tetapi dihitung dan dicatat setiap kali terjadi transaksi. Untuk ini, dibuat satu akun tersendiri yaitu: Harga pokok penjualan. Akun persediaan barang dagang dalam metode saldo permanen digunakan untuk mencatat persediaan yang ada di awal periode, pembelian yang dilakukan selama periode,penjualan yang dilakukan semala periode dan persediaan yang ada di akhir periode. Misalnya, apabila pada tanggal 14 Januari 200A terdapat pembelian tunai barang A sebanyak 1.000 unit dengan harga Rp 50 per unit maka ayat jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
Ket
|
D
|
K
|
Persedian barang dagang
|
50.000
|
|
Bank/kas
|
|
50.000
|
Apabila digunakan metode periodik, sisi debit dari ayat jurnal tersebut di atas adalah akun: Pembelian. Apabila terjadi penjualan, maka pengurangan persediaan yang diakibatkan langsung dicatat. Pengurangan persediaan ini, pada hakikatnya merupakan penambahan harga pokok penjualan, yang nilainya ditentukan oleh metode penetapan harga pokok yang dipakai. Anggaplah bahwa pada tanggal 15 Januari 200A terjadi penjualan tunai barang A sebanyak 800 unit dengan harga jual Rp 75 per unit. Untuk sementara anggaplah barang-barang yang dijual adalah barang-barang yang dibeli pada tanggal 14 Januari 200A tersebut di atas. Ayat jurnal untuk mencatat penjualan jadi tampak seperti terlihat sebagai berikut :
Ket
|
D
|
K
|
Bank/Kas
|
60.000
|
|
Penjualan
|
|
60.000
|
HPP
|
50.000
|
|
Persedian Barang dagang
|
|
50.000
|
Dapat dilihat bahwa dalam sistem periodik ayat jurnal (2) tersebut di atas tidak dibuat. Harga pokok penjualan dalam sistem periodik dihitung secara berkala pada akhir periode akuntansi, bukan pada setiap terjadi penjualan. Ayat jurnal (1) merupakan ayat jurnal yang biasa dibuat untuk penjualan. Ayat jurnal ini dibuat baik pada sistem periodik maupun saldo permanen lalu di buat dan diposting ke jurnal umum:
c.
Kartu stok
Dalam
metode saldo permanen setiap jenis barang dibuatkan satu catatan tersendiri
yang disebut kartu stok atau kartu persediaan (stock card). Kumpulan dari
kartu stok, untuk semua jenis barang yang ada, disebut buku stok atau buku
persediaan. Ada tiga hal yang dicatat dalam kartu stok, yaitu penambahan,
pengurangan dan saldo yang ada setelah terjadinya suatu transaksi. Kartu
stok menyediakan tiga kolom untuk hal tersebut. Masing-masing kolom
dibagi dalam tiga sub kolom yang berisi: banyaknya unit (kuantitas), harga
pokok/unit dan jumlah (kuantitas dikalikan harga pokok/unit). Tiap
transaksi dicatat kuantitas barangnya, harga pokok/unit jumlah nilainya, atau
semua nilai yang telah ditranksaksi.
Penambahan dalam kartu stok, biasanya berasal dari pembelian barang dagang. Di samping pembelian, penambahan dalam kartu stok juga dapat berasal dari penjualan retur. Pengurangan dalam kartu stok, pada umumnya berasal dari penjualan barang dagang. Pengurangan dapat juga terjadi dari pembelian retur.
Penambahan dalam kartu stok, biasanya berasal dari pembelian barang dagang. Di samping pembelian, penambahan dalam kartu stok juga dapat berasal dari penjualan retur. Pengurangan dalam kartu stok, pada umumnya berasal dari penjualan barang dagang. Pengurangan dapat juga terjadi dari pembelian retur.
D. Sistem
Pencatatan Persediaan Menurut Para Ahli
Dalam pencatatan persediaan barang dagang memiliki 2 cara dalam system manajemen
perusahaan menurut (Earl et. al. : 2009:125) sebagai berikut:
1.
Sistem Perpetual (Metode Buku),
yaitu pencatatan persediaan yang dilakukan secara berkesinambungan
langsung pada jumlahnya dan harga pokoknya. Pada sistem ini, perusahaan
langsung dapat melihat berapa jumlah persediaan beserta harga pokoknya
secara mutakhir dan akurat. Meskipun pada akhir periode ditemukan adanya
ketidaksesuaian jumlah fisik dan pembukuan, penyesuaian persediaan tetap
bisa dilakukan dengan cara stock opname.
2. Sistem Periodik (Metode Fisik), yaitu pencatan persediaan beserta
nilainya dilakukan hanya pada akhir periode. Sistem ini tidak akan
menjurnal akun persediaan dan harga pokok apabila terjadi transaksi namun
pada akhir periode perusahaan harus menghitung jumlah dan nilai yang dimaksud
dengan menjurnal penyesuaian terhadap ikhtisar laba-rugi.
Adapun
untuk menilai persediaan barang dagang, ini dapat dihitung dengan 3 metode
harga pokok yaitu:
Perbedaan
dari kedua sistem tersebut yakni:
Sistem Periodik
|
Sistem Perpetual
|
1. Pembelian barang dagangan dicatat
dengan mendebit rekening pembelian.
2. Hasil penjualan dicatat dalam
rekening penjualan dan pada waktu penjualan harga pokok penjualan tidak
dicatat dijurnal.
3. Nilai persediaan pada akhir periode tidak dapat diketahui sehingga
perlu melakukan perhitungan fisk persedian: dibuat penyesuaian pada akhir
periode
|
1. Pembelian barang dagangan dicatat dalam akun
persediaan barang dagangan.
2. Hasil penjualan dicatat dalam rekening penjualan dan
pada waktu penjualan harga pokok penjualan dicatat/dijurnal.
3. Walaupun nilai persediaan akhir dapat diketahui,
penghitungan fisik tetap harus dilakukan untuk mencocokkan persediaan akhir
menurut penghitungan fisik dengan catatannya.
|
1. Metode FIFO,
yaitu barang yang lebih awal masuk yang dikeluarkan kali pertama sehingga saldo
akhir persediaan ini menunjukkan barang yang dibeli terakhir.
2. Metode LIFO, yaitu barang yang lebih akhir masuk yang dikeluarkan
kali pertama sehingga saldo akhir persediaan ini menunjukkan barang yang
dibeli terawal.
3. Metode Rata-rata, yaitu pengeluaran barang ditentukan secara rawak atau acak
sehingga penentuan harga pokok untuk metode ini dicari nilai rata-ratanya.
Jika
perusahaan menganut sistem persediaan Perpetual, perusahaan akan memerlukan
buku besar pembantu khusus untuk persediaan barang dagang yang lazim
dinamakan dengan Kartu Stok dan Mutasi Barang
Dalam mengelola transaksi pembelian dan penjualan
persediaan barang dagang Akuntansi memiliki 2(dua) metode pencatatan dan
perusahaan dapat memilih salah satu diantaranya, kedua metode pencatatan
tersebut adalah:
- Metode Pencatatan Persediaan Perpetual(Perpetual Inventory Method)
- Metode Pencatatan Persediaan Fisik/Periodik (Physical Inventory Method/Periodic System)
Metode
Pencatatan Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory Method)
Menurut Dunia (A. Firdaus 2005;160) pengertian metode persediaan perpetual adalah sebagai berikut :
Menurut Dunia (A. Firdaus 2005;160) pengertian metode persediaan perpetual adalah sebagai berikut :
”Pencatatan
perpetual yaitu pencatatan atas transaksi persediaan yang dilaksanakan setiap
waktu, baik terhadap pemasukan maupun terhadap pengeluaran persediaan.” Dalam
metode ini, pencatatan persediaan dilakukan dalam kartu persediaan yang
menggambarkan persediaan sebenarnya.
Pencatatan
atas transaksi dilakukan secara terus-menerus untuk setiap jenis persediaan dan
untuk menjamin keakuratan jumlah persediaan perhitungan fisik persediaan
biasanya dilakukan setahun sekali.
Pencatatan
persediaan dengan menggunakan metode ini ditujukan terutama untuk barang yang
bernilai tinggi dan untuk barang yang mudah dicatat pemasukan dan
pengeluarannya digudang. Perusahaan yang menjual barang dagangan yang mahal
harganya, seperti mobil, mebel peralatan rumah tangga, biasanya menggunakan
metode pencatatan persediaan perpetual.
Karakteristik
akuntansi dari metode pencatatan perpetual Menurut Kieso, Weygandt, & Warfield
(2007;394) adalah :
- Pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan baku untuk produksi didebet ke persediaan dan bukan ke pembelian.
- Biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, serta diskon pembelian didebet ke persediaan dan bukan ke akun terpisah.
- Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan mendebet akun harga pokok penjualan, dan mengkreditkan persediaan.
- Persediaan merupakan akun pengendalian yang didukung oleh buku besar pembantu yang berisi catatan persediaan individual. Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari setiap jenis persediaan yang ada ditangan.
Metode Pencatatan Persediaan
Fisik/Periodik (Physical Inventory Method/Periodic System).
Menurut Kieso, Weygant, & Warfield
(2007;404) pengertian metode persediaan fisik yaitu sebagai berikut :
“The
quantity of inventory in the hands of determined, as implied by its name,
periodically. All purchase of inventory during the by debiting the account
purchase accounting period are recorded. ”Penjelasan kutipan diatas adalah :
“Kuantitas persediaan ditangan ditentukan, seperti yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian persediaan selama periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun pembelian.”
“Kuantitas persediaan ditangan ditentukan, seperti yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian persediaan selama periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun pembelian.”
Pada metode ini setiap pemasukan dan
pengeluaran persediaan dicatat dalam perkiraan yang berbeda yaitu pembelian dan
penjualan. Kelemahannya yaitu perusahaan tidak dapat mengetahui besarnya
persediaan yang ada pada suatu saat tertentu dan tidak dapat mengetahui harga
pokok barang yang dijual untuk setiap transaksi penjualan yang terjadi.
Pada umumnya metode periodik
digunakan pada perusahaan yang menjual barang yang harganya relatif murah tapi
frekuensi penjualannya cukup sering.
Cara
menghitung Harga Pokok Penjualan sebagai berikut :
Berdasarkan uraian diatas, untuk
dapat mengitung harga pokok penjualan diperlukan data persediaan awal
(beginning inventory) dan persediaan akhir (ending inventory). Untuk dapat
menyediakan data tersebut perlu dibuka perkiraan persediaan barang. Selama satu
periode, perkiraan persediaan barang memperlihatkan jumlah persediaan awal.
Pada akhir periode jumlah persediaan awal dikeluarkan dari perkiraan barang dan
diganti dengan persediaan akhir.
Menurut Mulyadi (2001:329-556)
Sistem pencatatan persediaan yang
lazim digunakan ada dua macam yaitu:
1.
Sistem fisik (physical inventory system)
2.
Sistem Perpetual (perpetual inventory system)
Sistem Fisik (Physical Inventory
System)
Sistem
persediaan fisik atau periodik adalah sistem dimana harga pokok penjualan
dihitung secara periodik dengan mengandalkan semata-mata pada perhitungan fisik
tanpa menyelenggarakan catatan hari ke hari atas unit yang terjual atau yang
ada ditangan. Sistem fisik digunakan untuk menentukan jumlah kuantitas
persediaan barang dan dilakukan pada akhir periode akuntansi. Cara perhitungan
harga pokok penjualan dilakukan seperti berikut ini:
Persediaan
barang dagang pada awal periode Rp.
xxx
Pembelian Rp.
xxx
Biaya angkut pembelian Rp.
xxx
Rp.
xxx
Retur & pot.
Pembelian ( Rp. xxx )
Pembelian bersih Rp.
xxx
Barang tersedia untuk
dijual Rp.
xxx
Persediaan akhir
periode ( Rp. xxx )
Harga pokok penjualan Rp.
Xxx
Ciri-ciri sistem fisik atau periodik
adalah sebagai berikut :
Pemasukan dan pengeluaran persediaan
tidak dicatat dan tidak diperhitungkan dalam suatu catatan tertentu.
Pembelian barang dicatat dengan
mendebit rekening pembelian bukan persediaan barang.
Perhitungan persediaan akhir
sekaligus digunakan untuk perhitungan harga pokok penjualan dengan menggunakan
jurnal penyesuaian.
Sistem ini cukup sederhana dan mudah
diterapkan, tetapi kurang baik untuk pengawasan persediaan, karena kekurangan
persediaan yang hilang tidak dapat dideteksi dan manajemen tidak memiliki alat
untuk mengetahui jumlah persediaan setiap saat.
Sistem Perpetual (Perpetual
Inventory System)
Sistem
persediaan perpetual adalah suatu sistem yang menyelenggarakan pencatatan
terus-menerus yang menelusuri persediaan dan harga pokok penjualan atas dasar
harian. Perkiraan persediaan didukung dalam kartu-kartu pembantu persediaan
(kartu persediaan). Kartu persediaan digunakan untuk mencatat transaksi setiap
jenis persediaan, memuat nama barang, tempat penyimpanan barang, kode barang
dan kolom-kolom yang dipakai untuk mencatat transaksi adalah tanggal, pembelian
(pemasukan), penjualan (pengeluaran) dan sisa atau saldo persediaan
Ciri-ciri pengelolaan persediaan
dengan sistem perpetual adalah sebagai berikut :
Setiap terjadi pembelian barang
dicatat dengan mendebit rekening persediaan barang.
Setiap terjadi pengeluaran barang
(penjualan) dicatat mengkredit persediaan sejumlah harga pokok penjualan.
Setiap saat dapat diketahui jumlah
kuantitas sisa atau saldo persediaan.
Sistem
perpetual memudahkan dalam penyusunan neraca dan laporan perhitungan laba rugi
karena penentuan persediaan akhir tidak perlu lagi menghitung fisiknya tetapi
perhitungan fisiknya tetap dilakukan untuk tujuan pengawasan terhadap
persediaan barang.
Perbedaan pencatatan transaksi
persediaan barang pada metode fisik dan perpetual secara rinci pada tabel
berikut:
Perbedaan Metode Phisik dan
Perpetual
TRANSAKSI
|
METODE FISIK
|
METODE PERPETUAL
|
Pembelian
|
Pembelian
Utang Dagang/Kas
|
Persediaan barang
Utang dagang/Kas
|
Pembayaran Biaya Angkut Pembelian
|
Beban Angkut Pembelian
Kas
|
Persediaan barang dagang
Kas
|
Penjualan
|
Kas/Piutang Dagang
Penjualan
|
Kas/Piutang Dagang
Penjualan
(Menurut harga Jual)
Harga Pokok Penjualan
Persediaan barang dagang
(Menurut harga pokok)
|
Utang Dagang/Kas
Retur Pembelian & PH
|
Utang dagang/Kas
Persediaan barang dag
|
|
Retur Penjualan & Potongan
Harga
|
Retur Penjualan & PH
Kas/Piutang Dagang
|
Retur Penjualan & PH
Kas/Piutang
(Menurut Harga jual)
Persediaan barang dagang
HPP
(Menurut Harga Pokok/perolehan)
|
Pembayaran utang dalam
periode/masa potongan
|
Utang Dagang
Potongan Pembelian
Kas
|
Utang Dagang
Persediaan barang dagang
Kas
|
Penerimaan piutang dalam periode / masa potongan
|
Kas
Potongan Penjualan
Piutang Dagang
|
Kas
Potongan Penjualan
Piutang Dagang
|
Pembayaran biaya angkut penjualan
|
Beban angkut penjualan
Kas
|
Beban angkut penjualan
Kas
|
Perhitungan HPP
|
Seperti yang dijelaskan di atas
|
HPP akan dihitung berdasarkan
kartu persediaan barang
|
Penyesuaian Persediaan akhir
|
Iktisar L/R
Persediaan barang dag
Persediaan barang dag
Ikhtisar L/R
|
Tidak perlu penyesuaian kecuali
jika terdapat koreksi yang perlu disesuaiakan
|
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal
untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh
transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut,
penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi
|
Sistem Periodik
|
Sistem Perpetual
|
||||||
1.
|
Membeli barang dag. secara. kredit
Rp 10.000
|
Pembelian
Hutang
|
10.000
|
10.000 |
Pers. Brg Dag
Hutang
|
10.000
|
10.000 |
|
2.
|
Retur pemb.
Rp
500
|
Hutang
Retur Pemb.
|
500
|
500 |
Hutang
Pers. Brg Dag
|
500
|
500 |
|
3.
|
Terdapat barang yang dijual. Harga
jual Rp 4.000 dan HP barang Rp 1.500
|
Piutang/Kas
Penjualan
|
4.000
|
4.000 |
Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Pers. Brg Dag
|
4.000
1.500
|
4.000
1.500
|
|
4.
|
Pada akhir tahun
|
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi
fisik barang, tidak
dapat diketahui persediaan yang ada
|
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi
perlu dilakukan
|
|||||
Misalkan menurut perhitungan fisik pd akhir thn saldo persediaan Rp 200
& pd awal tahun Rp 150.
|
Ikhtisar L/R
Pers. B.D.
Pers B.D
Ikhtisar L/R
|
150
200
|
150
200
|
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening
persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.
|
||||
a.
Menurut
system periodic terdapat beberapa cara,seperti berikut ini:
1.
Metode Identifikasi Khusus (Speciafic
identification method)
Metode
harga pokok yang didasarkan atas metode identifikasi khusus adalah suatu metode
penilaian harga yang didasarkan atas nilai perolehan dari barang yang
sesungguhnya. Penggunaan metode ini biasanya dipakai untuk barang yang tidak
banyak unitnya (kuantitasnya) dan harganya pun cukup mahal.
Contoh:
PT. Angkasa Putra selama bulan Januari 2010 mempunyai data tentang
persediaan sebagai berikut:
Jan. 1 Persediaan 1.750 unit @ Rp. 6.000/unit
Jan. 5 Pembelian 1.000 unit @ Rp. 6.200/unit
Jan. 10 Pembelian 2.000 unit @ Rp. 6.250/unit
Jan. 15 Pembelian 1.500 unit @ Rp. 6.400/unit
Jan. 20 Pembelian 3.000 unit @ Rp. 6.250/unit
Jan. 25 Pembelian 2.500 unit @ Rp. 6.500/unit
Jan. 30 Pembelian 2.000 unit @ Rp. 6.400/unit
Berdasarkan inventarisasi secara
fisik, ternyata jumlah persediaan pada tanggal 30 Januari 2010 sebanyak 3.000
unit, terdiri dari : Pembelian tanggal 30 Januari 50 %, pembelian tanggal 25
Januari 25% dan selebihnya pembelian tanggal 5 Januari 2010.
Tentukan nilai perediaan tanggal 31 Januari
2010 dengan metode tanda pengenal khusus!
Jawab:
Nilai persediaan pada tanggal 31 Januari 2010
adalah :
1.500 x Rp. 6.400 = Rp. 9.600.000
750 x
Rp. 6.500 = Rp. 4.875.000
750 x
Rp. 6.200 = Rp. 4.650.000
3.000 unit Rp.19.125.000
2. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama
(First In First Out)
Metode
First In First Out (FIFO) adalah metode penilaian persediaan yang menganggap
barang yang pertama kali masuk diasumsikan keluar pertama kali pula. Pada
umumnya perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini perhitungannya
sangat sederhana baik sistem fisik maupun sistem perpetual akan menghasilkan
penilaian persediaan yang sama.
Cara menghitung persediaan akhir
adalah sebagai berikut :
Persediaan
awal
xxx
Pembelian
xxx +
Tersedia untuk
dijual
xxx
Penjualan
xxx –
Persediaan
akhir
xxx
Metode
FIFO yang didasarkan atas sistem fisik, nilai persediaan akhir ditentukan
dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit barang yang
terakhir kali masuk, bila saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit
terakhir masuk maka sisanya diambilkan dari harga pokok perunit yang masuk
sebelumnya. Sedangkan pada sistem perpetual pencatatan persediaan dilakukan
secara terus menerus dalam kartu persediaan. Pada sistem ini apabila ada
transaksi penjualan maka akan dijurnal dua kali, pertama mencatat harga pokok
penjualan dan yang kedua mencatat harga pokok barang yang dijual, seperti
berikut ini :
Kas/ Piutang
Dagang
xxx
Penjualan
xxx
HPP
xxx
Persediaan
barang
xxx
3. Metode
Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out)
Metode
Last In First Out (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang terakhir masuk
diasumsikan akan keluar atau dijual pertama kali. Metode ini memiliki konsep
yang cukup sederhana namun sulit dilaksanakan. Pengaruh penggunaan metode LIFO
terhadap penentuan laba bersih usaha, jika harga cenderung naik maka laba
perusahaan terlalu kecil atau sebaliknya.
Metode LIFO secara sistem fisik
ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit
barang yang masuk pada awal periode bila saldo fisik ternyata lebih besar dari
barang yang masuk pada awal periode maka diambilkan dari harga pokok perunit
yang masuk berikutnya. Sedangkan dengan sistem perpetual, setiap kali ada
transaksi baik pembelian maupun penjualan dicatat dalam kartu persediaan.
4.
Metode rata-rata
a.
Rata-rata sederhana
Dalam metode ini harga per unit
persediaan dihitung dengan cara: jumlah harga per unit setiap kali pembelian
dibagi dengan jumlah atau frekwensi pembeliaannya.
Biaya
perunit = Total harga perunit pembelian
Frekuensi pembelian
Nilai
persediaan akhir = Persediaan
akhir x biaya perunit
Harga
pokok penjualan = unit yang
dikeluarkan x biaya perunit
b.
Rata-rata tertimbang
Dalam
metode ini harga per unit persediaan dihitung dengan cara: jumlah total nilai
pembelian dibagi dengan total unit yang dibeli.
Biaya
perunit = Jumlah harga perunit x banyaknya unit
Banyaknya Unit
Nilai
persediaan akhir = persediaan akhir x
biaya perunit
Harga
pokok penjualan = unit yang
dikeluarkan x biaya perunit
contoh
PT. Angkasa Putra selama bulan Januari 2011 mempunyai data tentang
persediaan sebagai berikut:
Jan. 1 Persediaan 1.000 unit @ Rp. 500/unit
Jan. 10 Pembelian
800 unit @ Rp. 550/unit
Jan. 18 Penjualan
900 unit
Jan. 20 Pembelian
700 unit @ Rp. 600/unit
Jan. 27 Penjualan
500 unit
Tentukan nilai persediaan tanggal 31 Januari
2011 apabila besarnya persediaan akhir adalah 1.100 unit. dengan metode FIFO,
LIFO, Rata-rata sederhana, rata-rata tertimbang!
Jawab:
a.
FIFO
Jumlah persediaan 1.100 unit terdiri dari:
Pembelian tgl 20 Januari 2011 = 700 x Rp. 600 = Rp. 420.000
Pembelian tgl
20 Januari 2011 = 400 x Rp. 550 =
Rp. 220.000
Jumlah
1.100 Rp. 640.000
b.
LIFO
Jumlah persediaan 1.100 unit terdiri dari:
Persediaan tgl 1 Januari 2011 = 1.000 x Rp. 500 = Rp. 500.000
Pembelian tgl
10 Januari 2011 = 100 x Rp. 550 = Rp. 55.000
Jumlah 1.100 Rp. 555.000
c.
Rata-Rata Sederhana
Jumlah persediaan 1.100 unit
Harga rata-rata per unit:
Rp. 500 + Rp. 550 + Rp. 600
Jadi besarnya nilai/harga pokok persediaan akhir sebesar 1.100 unit
adalah:
1.100 x Rp. 550 = Rp.
605.000
d. Rata-Rata Tertimbang
Jumlah persediaan 1.100 unit
Harga rata-rata per unit:
(1.000 x Rp. 500) + (800 x
Rp. 550) + (700 x Rp. 600)
1000 + 800 + 700
= (Rp. 500.000 + Rp. 440.000 + Rp. 420.000) : 2.500 = Rp. 544
Jadi besarnya nilai/harga pokok persediaan akhir
sebesar 1.100 unit adalah:
1.100 x Rp. 544 = Rp. 598.400
b.
Menurut system Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem
perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir
dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan
menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu
Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini
baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.
Contoh:
PT. Angkasa Putra selama bulan Januari 2011 mempunyai data tentang
persediaan sebagai berikut:
Jan. 1 Persediaan 1.000 unit @ Rp. 500/unit
Jan. 10 Pembelian
800 unit @ Rp. 550/unit
Jan. 18 Penjualan
900 unit
Jan. 20 Pembelian
700 unit @ Rp. 600/unit
Jan. 27 Penjualan
500 unit
Tentukan nilai persediaan tanggal 31 Januari
2011 apabila besarnya persediaan akhir adalah 1.100 unit. dengan metode FIFO,
LIFO, Rata-rata bergerak !
a.
Metode FIFO:
Dalam metode
ini diasumsikan bahwa harga pokok dari persediaan yang pertama kali masuk dari
pembelian, dikeluarkan terlebih dahulu pada saat terjadi penjualan.
Tgl
|
Ket
|
Diterima
|
Dikeluarkan
|
Persediaan (saldo)
|
||||||
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
||
Jan 1
|
Persediaan
|
1000
|
500
|
500.000
|
||||||
10
|
Pembelian
|
800
|
550
|
440.000
|
1000
800
|
500
550
|
500.000
440.000
|
|||
18
|
Dijual
|
900
|
500
|
450.000
|
100
800
|
500
550
|
50.000
440.000
|
|||
20
|
Pembelian
|
700
|
600
|
420.000
|
100
800
700
|
500
550
600
|
50.000
440.000
420.000
|
|||
27
|
Dijual
|
100
400
|
500
550
|
50.000
275.000
|
400
700
|
550
600
|
220.000
420.000
|
Dari kartu persediaan tersebut,
besarnya nilai persediaan akhir adalah :
400 @ Rp. 550 = Rp. 220.000
400 @ Rp. 550 = Rp. 220.000
700 @ Rp.
600 = Rp. 420.000
1.100 Rp. 640.000
b.
Metode LIFO:
Dalam metode
ini diasumsikan bahwa harga pokok dari persediaan yang terakhir masuk dari
pembelian, dikeluarkan terlebih dahulu pada saat terjadi penjualan.
Tgl
|
Ket
|
Diterima
|
Dikeluarkan
|
Persediaan (saldo)
|
||||||
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
||
Jan1
|
Persediaan
|
1000
|
500
|
500.000
|
||||||
10
|
Pembelian
|
800
|
550
|
440.000
|
1000
800
|
500
550
|
500.000
440.000
|
|||
18
|
Dijual
|
800
100
|
550
500
|
440.000
50.000
|
900
|
500
|
450.000
|
|||
20
|
Pembelian
|
700
|
600
|
420.000
|
900
700
|
500
600
|
450.000
420.000
|
|||
27
|
Dijual
|
500
|
600
|
300.000
|
900
200
|
500
600
|
450.000
120.000
|
Dari kartu persediaan tersebut,
besarnya nilai persediaan akhir adalah :
900 @ Rp. 500 = Rp. 450.000
900 @ Rp. 500 = Rp. 450.000
200 @ Rp.
600 = Rp. 120.000
1.100 Rp. 570.000
c.
Metode Rata-Rata Bergerak:
Metode
rata-rata yang digunakan pada metode perpetual ini biasanya disebut dengan
Rata-rata bergerak. Dikatakan bergerak karena harga per unit persediaan selalu
bergerak / berubah sesuai dengan terjadinya perubahan / mutasi pada jumlah unit
persediaan yang dimiliki perusahaan. Berikut ini bentuk kartu persediaan
dengan metode rata-rata bergerak:
Tgl
|
Diterima
|
Dikeluarkan
|
Persediaan (saldo)
|
||||||
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
|
Jan1
|
1000
|
500
|
500.000
|
||||||
10
|
800
|
550
|
440.000
|
1800
|
522,2
|
940.000
|
|||
18
|
900
|
522,2
|
469.980
|
900
|
522,2
|
469,980
|
|||
20
|
700
|
600
|
420.000
|
1.600
|
556,2
|
889,980
|
|||
27
|
500
|
556,2
|
278.100
|
1.100
|
556,2
|
611.820
|
Dari harga perhitungan diatas maka
besarnya nilai persediaan sebanyak 1.100 unit adalah sebesar Rp. 611.820
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap perusahan dagang tentunya memiliki persedian barang dagan yang
akan di jual kekonsumenya agar perusahan mendapatkan profit dari penjualan
untuk pencapainya tujuan visi dan misi perusahaan, hal itu tentulah saja
didukung oleh beberapa pemasok-pemasok tetap yang akan memperlancar akses
penjualan dalam suatu perusahaan.
Dalam setiap tranksaksi pembelian barang dagang yang dibeli dari pemasok
haruslah di ketahui berapa banyak yang mampu perusahan jual, berpa kentungan
perusahan yang didapatkan dan berapa persen potongan harga yang akan diberikan,
untuk kelangsungan tranksaksi.
B.
Saran
Dalam proses tranksaksi perusahan
atau proses pembelian perusahan harus di catat di buku stok terlebih dahulu
pada saat barang masuk dalam suatu tokoh, barang yang di beli dalam
merek/kualitas yang sama, harganya haruslah sama walaupun proses tranksaksinya
dilakukan dengan waktu yang berbeda. Agar menghindari lost profit margin, dan
mempermudah dalam menganalisa list inventori stok (menguragi kerugian).